Jumat, 21 November 2014

naskah penelitian status gizi balita



FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA
UPTD PUSKESMAS TANJUNG AGUNG
KECAMATAN BATURAJA BARAT
KABUPATEN OKU TAHUN 2008

Gunardi Pome
Dosen Program Studi Keperawatan Baturaja Poltekes Kemenkes Palembang


ABSTRAK
            Di tahun 1995 diperkirakan lebih dari 200 juta anak balita di dunia berkutat dengan malnutrisi. Malnutrisi masih saja melatar belakangi penyakit dan kematian anak. Meskipun sering luput dari perhatian. Pada tahun 1990 lebih dari 30%  anak ballita di dunia memiliki berat badab rendah yaitu lebih kurang 11%. Ironisnya lagi menurut WHO angka kematian anak 54% berhubungan dengan malnutrisi (Anhari Achmadi, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan factor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Kecamatan Baturaja Barat. Variabel-variabel yang diteliti meliputi variable independent (usia ibu, pendidikan ibu, pengetahuan, pekerjaan ibu, jumlah anak, lama pemberian ASI, pengahsilan keluarga, mendapat penyuluhan gizi) dan variabel dependen (status gizi balita).
            Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik menggunakan pendekatan design crossectional dengan populasi seluruh ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung tahun 2007 yaitu 2.607. Sampel diambil dengan menggunakan rumus penelitian Survey Lemeshow Stanley di dapat 86 sampel pada Confident interval 95%. Analisis dat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak computer (SPSS versi 12.0)
            Hasil penelitian didapatkan : (1). Sebagian besar status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008 berstatus gizi baik yaitu berjumlah 60 balita (69,8%), sedangkan BGM berjumlah 26 (32,2%). Hasil uji chi-square didapatkan variabel yang bermakna secara statistik dengan status gizi balita adalah status pekerjaan, jumlah anak, lama pemberian ASI, dan penghasilan. Sedangkan variabel yang tidak bermakna secara statistik dengan status gizi balita adalah usia ibu, pengetahuan ibu dan pernah mendapat penyuluhan gizi.
            Saran yang diberikan guna meningkatkan jangkauan/deteksi kasus BGM petugas hendaknya lebih praktif untuk mendatangi keluarga yang mempunyai balita, pendidikan dapat memberikan perannya dalam pengabdian masyarakat yaitu dengan menurunkan mahasiswanya yang praktek lapangan di Puskesmas untuk mengadakan penyuluhan tentang gizi balita dengan lebih fokus pada ibu dengan yang ibunya bekerja diluar rumah, jumlah anak ≥ 3, anak yang tidak diberi ASI, keluarga dengan penghasilan rendah.

Kata kunci : Satus Gizi


Pendahuluan

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Kesehatan adalah hak azazi manusia dan dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa.  Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan beksinambungan , dengan tujuan guna meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.  Memasuki abad ke 21 indonesia menghadapi berbagai perubahan dan tantangan strategis, baik eksternal maupun internal yang harus diiperhatikan dalam peneyelenggaraan pembangunan kesehatan.  Pembaharuan kebijakan pembangunan kesehatan telah dilakukan pada tahun 1999 dan berhasil merumuskan visi pembangunan kesehatan Indonesia yang baru yakni Indonesia Sehat 2010, yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu sumber daya manusia (Human Development Index) yang mempunyai arti penting dalam menghadapi era globalisasi.  Sedangkan tiga unsur utama penentu Human Development Index tersebut adalah kesehatan yang ditunjang oleh pendidikan dan ekonomi (Departemen Kesehatan, 2004).
Human Development Index dapat dipantau dri tiga indicator yaitu, Usia harapan hidup (life expectancy), angkat kematian bayi (infan mortality rate) dan angka kematian ibu (maternal mortality rate).    WHO mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang kedalam 4 kelompok yaitu : rendah (dibawah 10%). Sedang (10-19%), tinggi (20-29%) dan sangat tinggi (>30%).  Sebagian besar anak di dunia (sekitar 80%) yang menderita malnutrisi bermukim di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan.  Di tahun 1995 diperkirakan bahwa lebih dari 200 juta  anak balita didunia berkutat dengan malnutrisi.  Malnutrisi masih saja  melatar belakangi penyakit dan kematian anak. Meskipun sering luput dari perhatian pada tahun 1990 lebih dari 30% anak balita di dunia memiliki berat badan rendah yaitu lebih kurang 11%,  sekitar 6,4 juta anak di Amerika Latin,  27% (31,6 juta anak) di Afrika  dan 41% (154,8 juta) di Asia. Prevalensi berat badan rendah terus menurun dari 42,6% pada tahun 1975 menjadi 34,6% pada tahun 1995, namun kasus malnutrisi tidak berkurang sesuai dengan angka yang diharapkan (Arisman, 2004).
Kondisi kesehatan dan gizi anak di indonesia masih memprihatinkan.  Menurut Departemen kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar  3,5 juta anak (19,2%) dengan gizi kurang.   Anak yang menderita gizi kurang yang berjumlah lebih banyak kurang mendapat perhatian karena tidak mudah diketahui oleh masyarakat umum, padahal mereka merupakan kandidat gizi buruk yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan fisik serta mental yang pada gilirannya berpengaruh terhadap penurunan derajat kesehatan dan mutu hidup manusia.  Kondisi tersebut akan menghambat harapan dan cita-cita pembangunan nasional meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia pada masa yang akan datang.  Kekurangan gizi bukan hanya berpengaruh terhadap kerentanan pada penyakit infeksi, tetapi lebih dari itu berpengaruh kepada tingkat kematian balita.  Balita kurang gizi yang tidak mendapat perhatian akan meingkatkan resiko mortalitas, morbiditas dan kualitas sumber daya manusia  (Suharyati, 2007).
Survei kesehatan rumah tangga (SKRT 2001) mengungkapkan angka kematian balita mencapai 46 per 1000 kelahiran hidup dan diharapkan dapat turun menjadi 39 pada tahun 2010 kemudian terus menurun menjadi 30 di tahun 2015.  Ironisnya lagi menurut WHO angka kematian anak 54 % berhubungan dengan malnutrisi (anhari achadi, 2007). 
Faktor sosial budaya juga menjadi salah satu penyebab buruknya kondisi kesehatan dan gizi ibu dan anak.  Misalnya masih ada masyarakat yang mendahulukan keperluan membeli tanah atau bahkan kebutuhan sekunder lainnya tetapi tidak mampu memberi makanan yang bergizi.  Kondisi kesehatan ibu dan balita sangat buruk tetapi tidak diperhatikan karena dinilai bukan kebutuhan mendesak.  Menurut Ascobat Gani (2007) gizi merupakan investasi pada sumber daya manusia dan sumber peningkatan produktivitas.    
Sebelum balita tersebut jatuh pada kondisi kurang gizi ataupun gizi buruk sebagai langkah awal untuk sisi preventif maka tindakan pemantauan terhadap status gizi balita menjadi suatu yang sangat berarti.   Guna mengantisipasi bertambah buruknya status gizi masyarakat, pemerintah telah mengadakan instruksi presiden nomor 8 tahun 1999 tentang gerakan nasional penanggulangan masalah pangan dan gizi, pada intinya gerakan nasional ini bertujuan menggali berbagai potensi yang ada pada keluarga dan masyarakat untuk memenuhi kecukupan pangan di tingkat keluarga dan peduli padaanggota yang mengalami gizi buruk.   Dari gerakan peduli air susu ibu merupakan  bagian yang tak terpisahkan dari gerakan nasional penanggulangan masalah pangan dan gizi (Dinas Kesehatan provinsi sumatera selatan, 2003).
Data Dinas Kesehatan Ogan Komering Ulu Tahun 2007 dari 13.143 balita yang ditimbang terdapat 318 (2,43%) balita yang hasil penimbangan pada grafik Kartu Menuju Sehat berada di bawah garis merah (Dinas Kesehatan Kabupatan Ogan Komering Ulu, 2007).    Di UPTD Puskesmas TAnjung Agung tahun 2007 ditemukan 29 balita yang hasil penimbangannya di Bawah Garis Merah, namun di tahun 2008 ada 52 balita yang hasil penimbangannya dibawah garis Merah/mengalami peningkatan.  Balita yang ada di tahun 2008 dalam wilayah kerja Puskesmas TAnjung Agung berjumlah 2.607 balita dan yang ditimbang berat badannya di tempat pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun posyandu berjumlah 1.729 balita atau 66,3%  (UPTD Puskesmas TAnjung Agung, 2008).
Dari data diatas penulis tertarik untuk meneliti tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas TAnjung Agung  Kecamatan Baturaja Barat Tahun 2008”.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan Cross Sectional.  Dikatakan penelitian survey karena data yang dipelajari diambil dari populasi untuk memperoleh kejadian-kejadian relative, distribusi dan hubungan antar variable (Singarimbun. Masri, 1995).  Populasi penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak balita yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung dari bulan Januari 2008 sampai dengan April 2008 yaitu berjumlah 2.607 balita. Teknik pengambilan sample menggunakan Simple Random Sampling.  Rumus Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sample untuk jenis penelitian survey dibulatkan menjadi  86  orang (sample).

Hasil

A.      Analisis Univariat

1. Status Gizi.
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi status gizi balita di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008


STATUS GIZI

JUMLAH

PERSENTASE

BGM

26

30,2

BAIK

60

69, 8
Total
86
100
Dari hasil analisa didapatkan status gizi balita  di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang berstatus gizi baik berjumlah 60 balita (69,8), sedangkan yang Di bawah Garis Merah berjumlah 26 (30,2%).

2. Usia
Tabel 5.2
Distribusi frekuensi usia ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008


USIA

JUMLAH

PERSENTASE

Muda

34

39,5

Tua

52

60,5

Total

86

100

Dari hasil analisa didapatkan usia ibu yang mempunyai balita  di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang berusia muda berjumlah 34 balita (39,5%), sedangkan yang berusia tua berjumlah 52 (60,5%).

3. Pendidikan
Tabel 5.3
Distribusi frekuensi tingkat pendidikan ibu yang mempunyai balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008


PENDIDIKAN

JUMLAH

PERSENTASE

Rendah

47

54,7

Tinggi

39


45,3
Total
86

100

Dari hasil analisa didapatkan tingkat pendidikan ibu yang mempunyai anak balita  di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang berpendidikan rendah berjumlah 47 balita (54,7%), sedangkan yang berpendidikan tinggi berjumlah 39 (45,3%).

4. Pengetahuan
Tabel 5.4
Distribusi frekuensi tingkat  pengetahuan ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
PENGETAHUAN
JUMLAH
PERSENTASE
Kurang
71
82,6
Cukup
15
17,4
Total
86
100
Dari hasil analisa didapatkan tingkat  pengetahuan ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang berpengetahuan kurang berjumlah 71 (82,6%), berpengetahuan cukup berjumlah 15 (17,4%).

5. Status Pekerjaan
Tabel 5.5
Distribusi frekuensi Status pekerjaan ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
PEKERJAAN
JUMLAH
PERSENTASE
Tidak Bekerja
60
69,8
Bekerja
26
30,2
Total
86
100

Dari hasil analisa didapatkan status pekerjaan ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang bekerja berjumlah 26 (30,2%), yang tidak bekerja berjumlah 60 (69,8%).

6. Jumlah Anak
Tabel 5.6
Distribusi frekuensi jumlah anak ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008

JUMLAH ANAK
JUMLAH
PERSENTASE
Banyak
25
29,1
Cukup
61
70,9
Total
86
100
Dari hasil analisa didapatkan jumlah anak yang dimiliki ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang punya kategori banyak berjumlah 25 (29,1%), punyak anak kategori cukup berjumlah 61 (70,9%).

7. Lama Pemberian ASI
Tabel 5.7
Distribusi frekuensi lama pemberian ASI pada ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008

LAMA PEMBERIAN ASI
JUMLAH
PERSENTASE
< 2 Tahun
47
54,7
> 2 Tahun
39
45,3
Total
178
100

Dari hasil analisa didapatkan lama pemberian ASI pada ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang kurang dari 2 tahunnberjumlah 47 (54,7%), Lebih dari 2 tahun berjumlah 39 (45,3%).

8. Penghasilan
Tabel 5.8
Distribusi frekuensi penghasilan keluarga ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008

PENGHASILAN
JUMLAH
PERSENTASE
Kurang
55
64,0
Cukup
31
36,0
Total
178
100

Dari hasil analisa didapatkan penghasilan keluarga ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang berpenghasilan kurang berjumlah 55 (64,0%), berpengetahuan cukup berjumlah 31 (36,0%).

9. Mendapat penyuluhan
Tabel 5.9
Distribusi frekuensi pernah mendapat penyuluhan bagi ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008

PERNAH MENDAPAT
PENYULUHAN
JUMLAH
PERSENTASE
Tidak
26
30,2
Pernah
60
69,8
Total
178
100
Dari hasil analisa didapatkan pengalaman mendapat penyuluhan bagi ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang tidak pernah berjumlah 26 (30,2%), pernah mendapat penyuluhan berjumlah 60 (69,8%).

C. ANALISIS BIVARIAT
1. Usia ibu dan Status Gizi Balita

Tabel 5.10
Hubungan usia ibu  dengan  status gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008



USIA IBU

STATUS
GIZI BALITA


TOTAL


P.VALUE
BGM
Baik
N
%
N
%
N
%
0,340

Muda
8
23,5
26
76,5
34
100
Tua
18
34,6
34
65,4
52
100
TOTAL
26
30,2
60
69,8
86
100
Hasil analisis hubungan antara usia dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada 8 dari 34 (23,5%) ibu yang berusia muda mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah.  Sedangkan diantara ibu yang berusia Tua ada 18 dari 52 (34,6%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah.  Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,340 (lebih besar dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi usia ibu dengan status gizi balita (tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan status gizi balita). 

2. Pendidikan  dan status gizi balita
 Tabel 5.11
Hubungan pendidikan dengan status gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008



PENDIDIKAN

STATUS
GIZI BALITA


TOTAL


P.VALUE
BGM
Baik
N
%
N
%
N
%
0,340

Rendah
17
36,2
30
63,8
47
100
Tinggi
9
23,1
30
76,9
39
100

TOTAL

26

30,2

60

69,8

86

100
Hasil analisis hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada 17 dari 47 (36,2%) ibu yang berpendidikan rendah mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah.  Sedangkan diantara ibu yang berpendidikan tinggi ada 9 dari 39 (23,1%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah.  Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,241 (lebih besar dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi pendidikan ibu dengan status gizi balita (tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita). 

3. Pengetahuan ibu dan status gizi balita
 Tabel 5.12
Hubungan pengetahuan dan status gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008


PENGETAHUAN

STATUS
GIZI BALITA


TOTAL


P.VALUE
BGM
Baik
N
%
N
%
N
%

0,137

Kurang
24
33,8
47
66,2
71
100
Cukup
2
13,3
13
86,7
15
100

TOTAL

26

30,2

60

69,8

86

100

Hasil analisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada 24 dari 71 (33,8%) ibu yang berpengetahuan kurang mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah.  Sedangkan diantara ibu yang berpengetahuan cukup ada 2 dari 13 (13,3%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah.  Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,137 (lebih besar dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi pengetahuan ibu dengan status gizi balita (tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita). 






4. Pekerjaan ibu dan Status Gizi Balita
Tabel 5.13
Hubungan pekerjaan dan status gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008


PEKERJAAN

STATUS GIZI
BALITA


TOTAL


P.VALUE

OR
95%CI
BGM
BAIK
N
%
N
%
N
%
0,020

4,76
1,28-17,67
Tidak Bekerja
23
38,3
37
61,7
60
100
Bekerja
3
11,5
23
88,5
26
100

TOTAL

26

30,2

60

69,8

86

100

Hasil analisis hubungan antara pekerjaan dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 3 dari 26 (11,5%) ibu yang bekerja mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah  .  Sedangkan diantara ibu yang tidak bekerja ada 23 dari 60 (38,3%) ibu yang mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah.  Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,020 (lebih kecil dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi status gizi balita pada ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja (ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita).  Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 4,76, artinya ibu yang tidak bekerja mempunyai peluang 4,7 kali lebih besar mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah dibanding ibu yang bekerja.

5. Jumlah anak dan Status gizi balita
Tabel 5.14
Hubungan jumlah anak dan status gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008



JUMLAH ANAK

STATUS GIZI
BALITA


TOTAL


P.VALUE

OR
95%CI
BGM
BAIK
N
%
N
%
N
%
0,037

3,099
1,156-8,305
Banyak
12
48,0
13
52,0
25
100
Cukup
14
23,0
47
77,0
61
100

TOTAL

26

30,2

60

69,8

86

100
Hasil analisis hubungan antara Jumlah anak dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 12 dari 25 (48,0%) ibu yang jumlah anaknya banyak mempunyai balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah  .  Sedangkan diantara ibu yang jumlah anaknya dengan kategori cukup ada 14 dari 61 (23,3%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah.  Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,037 (lebih kecil dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi status gizi balita pada ibu yang mempunyai banyak anak dengan ibu yang mempunyai anak dengan kategori cukup (ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan status gizi balita).  Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 3,09, artinya ibu yang banyak anak mempunyai peluang 3,9 kali lebih besar mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah dibanding ibu yang mempunyai anak dengan kategori cukup.

6. Lama Pemberian ASI anak dan Status gizi balita
Tabel 5.15
Hubungan Lama Pemberian ASI dan status gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008


LAMA PEMBERIAN ASI

STATUS GIZI
BALITA


TOTAL


P.VALUE

OR
95%CI
BGM
BAIK
N
%
N
%
N
%
0,009

4,074
1,43-11,579
   < 2 Tahun
20
42,6
27
57,4
47
100
    > t Tahun
6
15,4
33
84,6
39
100

TOTAL

26

30,2

60

69,8

86

100

Hasil analisis hubungan antara Lama Pemberian ASI dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 20 dari 47 (42,6%) ibu yang jmemberikan ASI pada balitanya kurang dari 2 tahun mempunyai balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah  .  Sedangkan diantara ibu yang Lama Pemberian ASI dengan kategori lebih dari 2 tahun ada 6 dari 33 (15,4%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah.  Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,009 (lebih kecil dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi status gizi balita pada ibu yang lama pemberian asi kurang dari 2 tahun dengan ibu yang lama pemberian asi lebih dari 2 tahun (ada hubungan yang signifikan antara lama pemberian ASI dengan status gizi balita).  Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 4,07, artinya ibu yang banyak anak mempunyai peluang 4,7 kali lebih besar mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah dibanding ibu yang mempunyai anak dengan kategori cukup.

7. Penghasilan dan status gizi balita

Tabel 5.16
Hubungan penghasilan dan status gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008


PENGHASILAN

STATUS GIZI
BALITA


TOTAL


P.VALUE

OR
95%CI
BGM
BAIK
N
%
N
%
N
%
0,017 <
0.05
bermakna
4,074
1,434-11,57
      Kurang
22
40,0
33
60,0
55
100
      Cukup
4
12,9
27
87,1
31
100

TOTAL

26

30,2

60

69,8

86

100
Hasil analisis hubungan antara penghasilan dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 22 dari 55 (40,0%) ibu yang berpenghasilan kurang mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah  .  Sedangkan diantara ibu yang berpenghasilan cukup ada 4 dari 31 (12,9%) ibu yang mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah.  Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,017 (lebih kecil dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan secara statistik ada perbedaan proporsi status gizi balita pada ibu yang bepenghasilan kurang dengan ibu yang berpenghasilan cukup (ada hubungan yang signifikan antara penghasilan dengan status gizi balita).  Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 4,07, artinya ibu yang berpenghasilan kurang mempunyai peluang 4,07 kali lebih besar mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah dibanding ibu yang berpenghasilan cukup.

8. Mendapat penyuluhan dan Status Gizi Balita
Tabel 5.17
Hubungan status pernah mendapat penyuluhan dan
status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung
 Tahun 2008
 


MENDAPAT
PENYULUHAN

STATUS
GIZI BALITA


TOTAL


P.VALUE
BGM
Baik
N
%
N
%
N
%
0,224

Tidak
6
19,2
21
80,8
26
100
Pernah
21
35,0
39
65,0
60
100

TOTAL

26

30,2

60

69,8

86

100
Hasil analisis hubungan antara pernah mendapat  penyuluhan dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada 6 dari 26 (19,2%) ibu yang tidak pernah mendapat penyuluhan tentang gizi balita mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah.  Sedangkan diantara ibu yang pernah mendapat penyuluhan ada 221 dari 60 (35,0%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah.  Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,224 (lebih besar dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi status pernah mendapat penyuluhan gizi balita dengan status gizi balita (tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernah mendapat penyuluhan gizi balita dengan status gizi balita). 

Pembahasan

1.       Status Gizi Balita..
        Dari hasil analisa didapatkan status gizi balita  di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang berstatus gizi baik berjumlah 60 balita (69,8), sedangkan yang di bawah Garis Merah berjumlah 26 (32,2%).
        Dilihat dari persentase kejadian BGM diatas terlihat lebih tinggi dari yang ditemukan dari data di Puskesmas yaitu 3.0% (Puskesmas Tanjung Agung, 2008 ; 52 balita dari 1.729 balita yang ditimbang).   Persentase ini dimungkinkan terjadi karena pemilihan responden ini dilakukan secara simple rendom sampling, namun data ini juga dapat diartikan mungkin saja ada balita yang tidak datang ke tempat layanan kesehatan/penimbangan berat badan sehingga kondisinya tidak terdeteksi.  
        Kondisi Gizi balita ini merupakan sebuah potrek kecil atas maraknya kasus kurang gizi dan gizi buruk yang ada disekeliling kita. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT 2001) mengungkapkan angka kematian balita mencapai 46 per 1000 kelahiran hidup dan diharapkan dapat turun menjadi 39 pada tahun 2010 kemudian terus menurun menjadi 30 di tahun 2015.  Ironisnya lagi menurut WHO angka kematian anak 54 % berhubungan dengan malnutrisi (anhari achadi, 2007). 

2.       Usia Ibu
        Dari hasil analisis didapatkan usia ibu yang mempunyai balita  di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang berusia muda berjumlah 34 balita (39,5%), sedangkan yang berusia tua berjumlah 52 (60,5%).   Bila dilihat dari persentase bahwa lebih dari separuh ibu balita dalam kategori usia tua yaitu > 35 tahun.  Usia ini berhubungan dengan kesiapan ibu secara psikologis untuk mengasuh dan merawat anaknya.
        Hasil analisis hubungan antara usia dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada 8 dari 34 (23,5%) ibu yang berusia muda mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah.  Sedangkan diantara ibu yang berusia Tua ada 18 dari 52 (34,6%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah.    Hasil  uji  statistik  diperoleh  nilai    p = 0,340 (lebih besar dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi usia ibu dengan status gizi balita.
        Usia akan berhubungan dengan kekuatan fisik dan kemampuan ibu untuk memelihara dan menyediakan makanan yang bergizi sesuai kebutuhan tumbuh kembang anak.  Usia perkawinan yang terlalu muda (18 tahun) secara fisiologis dan psikologis menjadi seorang ibu belum siap menjadi ibu dan menjalani tugas-tugas sebagai ibu (Moehji. Sjahmin, 2003).  Namun dari hasil penelitian ditemukan bahwa proporsi ibu dengan kategori tua mempunyai proporsi lebih besar memiliki anak BGM dibandingkan dengan ibu dengan kategori muda dapt disebabkan karena usia ibu yang lebih tua sudah lebih berpengalaman dalam mera wat balitanya dan faktor lain yang tidak terpantau dalam tabel silang tersebut.
        Pada penelitian ini secara statistik tidak ditemukan suatu hubungan yang bermakna antara usia dan status gizi ini dapat disebabkan oleh kondisi ibu yang relatif sama baik yang berusia tua maupun muda mereka punya cukup waktu untuk mengurus dan memerhatikan anak mereka sebagaimana umumnya kondisi masyarakat pedesaan secara umum (tidak terlalu disibukkan oelh kegiatan kantor dan bisnis).  

3.       Pendidikan ibu dan status gizi balita.
        Dari hasil analisis didapatkan tingkat pendidikan ibu yang mempunyai anak balita  di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang berpendidikan rendah berjumlah 47 balita (54,7%), sedangkan yang berpendidikan tinggi berjumlah 39 (45,3%).   Pendidikan rendah yang dimaksud pada penelitian ini adalah ibu yang mempunyai tingkat pendidikan dari yang bersekolah SD tidak tamat sampai dengan SMP, sedangkan untuk SMA keatas sudah dikategorikan sebagai pendidikan tinggi untuk ibu yang mempunyai anak balita.
        Hasil analisis hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada 17 dari 47 (36,2%) ibu yang berpendidikan rendah mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah.  Sedangkan diantara ibu yang berpendidikan tinggi ada 9 dari 39 (23,1%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah.  Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,241 (lebih besar dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi pendidikan ibu dengan status gizi balita (tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita). 
        Pendidikan salah satu tolok ukur kemajuan sumber daya manusia suatu bangsa (Human Development index).  Pendidikan juga berkaitan erat dengan kemiskinan dan pendapatan.  Pendidikan Ibu yang berpendidikan formal atau informal yang kurang mengalami kesulitan menerima informasi kesehatan dan memilih fasilitas pelayanan yang tepat dalam pemeliharaan kesehatannya dan anak balitanya, selain itu mereka kurang bisa mengatur konsumsi makanan yang sesuai dengan kebutuhan sehingga terjadi kekurangan zat gizi pada diri dan anaknya (Efriza, 2007).   Dilihat dari kasus balita yang mengalami BGM diatas persentase ibu yang berpendidikan tinggi lebih kecil dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah, namun dari hasil analisis uji statistik chi square didapatkan ada ada perbedaan proporsi hal ini  dapat terjadi karena tingkat pendidikan dari masing-masing ibu relatif heterogen (SMP dan SMA). 

4.       Pengetahuan dan status gizi balita.
        Dari hasil analisa didapatkan tingkat  pengetahuan ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang berpengetahuan kurang berjumlah 71 (82,6%), berpengetahuan cukup berjumlah 15 (17,4%).  Melihat proporsi tingkat pengetahuan ibu tersebut terlihat bahwa sebagian besar masih me mpunyai pengetahuan yang kurang tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada balita.
        Ibu yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang pemenuhan kebutuhan gizi pada anaknya akan mempunyai dasar bepikir dan kemampuan dasar untuk dapat memberikan anaknya kebutuhan zat gizi yang seimbang sesuai masa tumbuh kembangnya.   Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo, (2007).  Selain factor pendidikan formal pengetahuan juga memegang peranan dalam mempengeruhi seorang ibu dan keluarga untuk merawat dan meningkatkan kesehatan keluarga.  Secara konsep pengetahuan berarti hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.  Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran.  
        Pengetahuan tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka pemilihan bahan makanan hanya ditujukan pada makanan yang mempunyai efek mengenyangkan saja tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau kurang bergizi.  (Kartasapoetra, 2005).  Bila kondisi ini berjalan dalam waktu yang panjang maka dapat dimengerti bila kondisi gizi anak semakin memburuk.
        Hasil analisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada 24 dari 71 (33,8%) ibu yang berpengetahuan kurang mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah.  Sedangkan diantara ibu yang berpengetahuan cukup ada 2 dari 13 (13,3%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah.  Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,137 (lebih besar dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi pengetahuan ibu dengan status gizi balita (tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita). 

5.       Pekerjaan Ibu dan status gizi balita.
        Dari hasil analisa didapatkan status pekerjaan ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang bekerja berjumlah 26 (30,2%), yang tidak bekerja berjumlah 60 (69,8%).  Sebagian besar ibu  balita yang menjadi sampel dalam penlitian ini adalah berstatus tidak bekerja, hal ini jika dilihat dari peluang dan ketersediaan waktu ibu untuk memperhatikan anaknya tentunya akan mempunyai dampak yang baik terhadap pemenuhan gizi anak.
        Hasil analisis hubungan antara pekerjaan dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 3 dari 26 (11,5%) ibu yang bekerja mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah  .  Sedangkan diantara ibu yang tidak bekerja ada 23 dari 60 (38,3%) ibu yang mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah.  Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,020 (lebih kecil dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi status gizi balita pada ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja (ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita).  Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 4,76, artinya ibu yang tidak bekerja mempunyai peluang 4,7 kali lebih besar mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah dibanding ibu yang bekerja.
        Dipandang dari aspek teori bahwa  Ibu yang tidak bekerja atau hanya melakukan pekerjaan rumah tangga secara rutin tentunya akan mempunyai cukup kesempatan dan tenaga untuk memperhatikan kebutuhan nutrisi anaknya dibandingkan dengan ibu yang bekerja diluar rumah.    Dari sisi waktu ibu yang bekerja didalam rumah juga mempunyai waktu yang lebih baik dalam melayani anaknya memenuhi kebutuhan nutrisinya dan dapat memantau jika anaknya ada kendala dalam upaya memantau apakah anaknya ada kesulitan makan dan selera makan (Ariesman, 2007) namun pada hasil penelitian ini ternyata proposi ibu yang tidak bekerja lebih banyak memiliki anak yang BGM hal ini dapat disebabkan oleh faktor diluar ketersediaan waktu ibu untuk kontak dengan balitanya saja tetapi ada faktor lain yang lebih kuat mempengaruhi misalnya ibu yang bekerja dari sisi penghasilan lebih mudah untuk mendapatkan sumber nutrisi bagi anaknya, atau juga ibu yang bekerja ketika pulang mereka lebih fokus memperhatikan anaknya dikarenakan secara psikologis ada kerinduan setelah setengah hari atau beberapa  waktu berpisah dengan balitanya dikarenakan urusan pekerjaan.

6.       Jumlah anak dan status gizi balita.
        Dari hasil analisis didapatkan jumlah anak yang dimiliki ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang punya kategori banyak berjumlah 25 (29,1%), punyak anak kategori cukup berjumlah 61 (70,9%).  
        Hasil analisis hubungan antara Jumlah anak dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 12 dari 25 (48,0%) ibu yang jumlah anaknya banyak mempunyai balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah  .  Sedangkan diantara ibu yang jumlah anaknya dengan kategori cukup ada 14 dari 61 (23,3%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah.  Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,037 (lebih kecil dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi status gizi balita pada ibu yang mempunyai banyak anak dengan ibu yang mempunyai anak dengan kategori cukup (ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan status gizi balita).  Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 3,09, artinya ibu yang banyak anak mempunyai peluang 3,9 kali lebih besar mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah dibanding ibu yang mempunyai anak dengan kategori cukup.
        Hal ini sesuai dengan penelitian  Efriza tahun 2007 ibu dengan jumlah anak  > 4 beresiko mengalami kematian neonatal dini 1,89 kali lebih besar dari bayi yang dilahirkan dengan jumlah anak < 3 (95% confident interval). Banyaknya anak yang tinggal dalam satu rumah yang diasuh oleh seorang ibu yang menjadi beban keluarga tersebut dalam pembiayaan maupun dalam perawatan sehari-hari.  Jumlah anak dalam keluarga akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi anggota keluarga tersebut.  Makin banyak anggota keluarga yang harus ditanggung akan semakin berat pula keluarga tersebut memenuhi asupan nutrisi bagi anggotanya, apalagi ditambah dengan kondisi kenaikan harga barang yang tidak seimbang dengan kenaikan pendapatan. 

7.       Lama pemberian ASI dan status gizi balita.
        Dari hasil analisa didapatkan lama pemberian ASI pada ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang kurang dari 2 tahunnberjumlah 47 (54,7%), Lebih dari 2 tahun berjumlah 39 (45,3%).  Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu memberikan ASI pada anaknya kurang dari 2 tahun lamanya.
        Hasil analisis hubungan antara Lama Pemberian ASI dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 20 dari 47 (42,6%) ibu yang jmemberikan ASI pada balitanya kurang dari 2 tahun mempunyai balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah  .  Sedangkan diantara ibu yang Lama Pemberian ASI dengan kategori lebih dari 2 tahun ada 6 dari 33 (15,4%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah.  Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,009 (lebih kecil dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi status gizi balita pada ibu yang lama pemberian asi kurang dari 2 tahun dengan ibu yang lama pemberian asi lebih dari 2 tahun (ada hubungan yang signifikan antara lama pemberian ASI dengan status gizi balita).  Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 4,07, artinya ibu yang banyak anak mempunyai peluang 4,7 kali lebih besar mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah dibanding ibu yang mempunyai anak dengan kategori cukup.
        Hal ini sesuai dengan pendapat  Sjahmin, 2003 : lama pemberian Air Susu Ibu adalah Rentang waktu yang terpakai dalam memberikan air susu ibu kepada anak balita yang dihitung dalam bulan.  Air susu ibu sebagai makanan pertama dan utama sudah menjadi suatu kemutlakan. Air susu ibu cocok sekali untuk memenuhi kebutuhan dalam segala hal : karbohidrat dalam Air susu ibu berupa lactosa ; lemak banyak mengandung polyunsaturated fatty acid (asam lemak tak jenuh ganda); protein utamanya lactalbumin yang mudah dicerna, kandungan vitamin dan mineralnya banyak; rasio kalsium-fosfat sebesar 2-1 yang merupakan kondisi yang ideal bagi penyerapan kalsium, selain itu juga mengandung anti infeksi.  Bila produksi Air susu ibu baik secara khusus bayi hanya  mendapatkan Air susu ibu sampai usia enam bulan   setelah itu baru diberi makanan tambahan.  Menurut pendapat Amidhan, 1992 : Air susu ibu sebaiknya tetap diberikan sampai anak balita berusia 2 tahun bila kita ingin menyempurnakan penyusuan 

8.       Penghasilan.
        Dari hasil analisa didapatkan penghasilan keluarga ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang berpenghasilan kurang berjumlah 55 (64,0%), berpengetahuan cukup berjumlah 31 (36,0%).
        Hasil analisis hubungan antara penghasilan dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 22 dari 55 (40,0%) ibu yang berpenghasilan kurang mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah  .  Sedangkan diantara ibu yang berpenghasilan cukup ada 4 dari 31 (12,9%) ibu yang mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah.  Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,017 (lebih kecil dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi status gizi balita pada ibu yang bepenghasilan kurang dengan ibu yang berpenghasilan cukup (ada hubungan yang signifikan antara penghasilan dengan status gizi balita).  Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 4,07, artinya ibu yang berpenghasilan kurang mempunyai peluang 4,07 kali lebih besar mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah dibanding ibu yang berpenghasilan cukup. 
        Bila dilihat dari proporsi penghasilan yang kurang maka terlihat lebih dari separuh ibu yangmempunyai balita berpenghasilan kurang 64%  penghasilan kurang ini di ukur dari nilai nominal yang ia dapatkan perhari.  Menurut Biro Pusat Statistik untuk masyarakat pedesaan penghasilan yang kurang dari Rp.1.245.000,- termasuk dalam kategori miskin/kurang.   Dapat dimaklumi bahwa frekuensi keluarga yang mempunyai balita masih banyak yang memiliki pendapatan dibawah nilai tersebut  akan kekurangan dana dalam pembiayaan keluarganya termasuk dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi/gizi pada balitanya  (Ida bagus Oka, 1998 dalam Arisman, 2007).  
        Kondisi tersebut akan makin memburuk jika dilihat dari meningkatnya harga bahan pokok/sembako dan kebutuhan lainnya yang tentunya berdampak terhadap menurunnya daya beli masyarakat khusunya ibu yang mempunyai balita.   Faktor penghasilan ini dibeberapa tempat memang disadari merupakan masalah yang akan mempengaruhi status gizi balita/masyrakat.  Titik berat dari pendidikan gizi bagi masyarakat atau keluarga yang berpenghasilan rendah ini diletakkan pada usaha membangkitkan kesadaran mereka tentang pentingnya gizi yang baik bagi anak-anak yang dikaitkan dengan masa depan mereka. Di samping itu pendidikan gizi ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan gizi para ibu rumah tangga (http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd. diakses 25-05-2008 jam 19.30)

9.       Mendapat penyuluhan gizi..
        Dari hasil analisa didapatkan pengalaman mendapat penyuluhan bagi ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang tidak pernah berjumlah 26 (30,2%), pernah mendapat penyuluhan berjumlah 60 (69,8%).  Dari  persentase tersebut dapat kita lihat sebagian besar  ibu pernah mendapatkan penyuluhan tentang gizi balita dan hanya sebagian kecil saja yang belum mendapatkan penyuluhan.
        Hasil analisis hubungan antara pernah mendapat  penyuluhan dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada 6 dari 26 (19,2%) ibu yang tidak pernah mendapat penyuluhan tentang gizi balita mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah.  Sedangkan diantara ibu yang pernah mendapat penyuluhan ada 221 dari 60 (35,0%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah.   Secara teori ibu yang tidak pernah mendpat penyuluhan prporsinya lebih besar untuk memiliki anak BGM di bandingkan dengan ibu yang pernah mendapat penyuluhan namun ternyata dari hasil penelitian proporsi ibu yang mendapat penyuluhan proossinya lebih besar dibanding ibu yang tidak pernah mendapat penyuluhan hal ini dapat terjadi karena kondisi keterpaparan ibu terhadap informasi baik melalui penyuluhan ataupun dari media cetak dan elektonik sudah begitu gencarnya, dari tabel univariat kita bisa melihat bahwa hampir 70% ibu sudah pernah mengikuti penyuluhan di Puskesmas atau Rumah Sakit.   Faktor lain seperti pendidikan dan pekerjaan dapat juga membuat responden mendapat informasi secara tidak terstruktur/khusus tentang pentingnya gizi pada balita.
        Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,224 (lebih besar dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi status pernah mendapat penyuluhan gizi balita dengan status gizi balita (tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernah mendapat penyuluhan gizi balita dengan status gizi balita). 
        Hasil uji sttistik yang tidak bermakna ini dapat dipengaruhi oleh metode yang digunakan dalam penyuluhan, penggunaan media yang kurang memberikan kesan atau pengalaman yang kuat pada ibu atau waktu penyuluhan yang sudah berlangsung lama sehingga beberapa materi yang diberikan sudah sulit diiangat oleh ibu, misalnya ibu pernah mengikuti Salah satu program pemberian penyuluhan misalnya tentang pemberian makanan tambahan (PMT) penyuluhan gizi berfungsi sebagai media penyuluhan agar ibu mengetahui dalam bentuk praktis makanan apa ang harus diberikan pada anaknya untuk mencegah terjadinya gizi kurang atau buruk (Moehji. Sjahmin, 2003).

Simpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Sebagian besar status gizi balita  di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 berberstatus gizi baik yaitu berjumlah 60 balita (69,8%), sedangkan yang di bawah Garis Merah berjumlah 26 (32,2%),  Dari hasil uji statistic didapatkan factor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita adalah variable status pekerjaan, jumlah anak, lama pemberian ASI dan penghasilan.
Variabel usia, pengetahuan dan pernah mendapat penyuluhan gizi dari secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna dengan status gizi balita.

Saran
Guna meningkatkan jangkauan pelayanan kasusBGM ptugas hendaknya lebih proaktif untuk mendtangi keluarga yang mempunyai balita (home visite).  Pendidikan dapat memberikan perannya dalam pengabdian masyarakat yaitu dengan menurunkan mahasiswanya yang praktek lapangan di puskesmas untuk mengadakan penyuluhan terutama tentang gizi khususnya diwilayah kerja puskesmas Tanjung Agung.
Daftar Pustaka
1.            Amidhan, 1992
           Hidup sehat suatu tantangan komunikasi untuk menyampaikan informasi yang diperlukan semua keluarga tentang kesehatan ibu, anak dan masyarkat pada umumnya (menurutajaran islam), Proyek Kelangsungan Hidup Anak Melalui LSM Agama Program Kerja Sama antara Pemerintah RI dan UNICEP, Jakarta
2.            Ariesman, 2007
           Gizi dalam daur kehidupan, EGC, Jakarta
Ariawan. Iwan, 1997
           Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan, Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Jurusan Biosatistik dan Kependudukan Universitas Indonesia, Depok
3.            Ascobat Gani, 2007
           Tantangan dan strategi mencapai target Melenium Develomment Goals, di Indonesia, disampaikan pada kongres nasional IAKMI X, Palembang  23 Agustus  2007
4.            Anhari Achadi, 2007
           Health Service Program Program kesehatan Ibu, bayibaru lahir dan anak, disampaikan pada kongres nasional IAKMI X, Palembang  22 Agustus  2007
5.            Bachtiar. Adang, 2002
           Metodologi Penelitian Kesehatan, fakultas kesehatan masyarakat Universitas Indonesia, Depok
6.            Bisma Murti, 1997
           Prinsip dan Metode RISET EPIDEMIOLOGI, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
7.            Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2006
           Cara penilaian Status Gizi balita, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan , Palembang
8.            ----------------------Ogan Komering Ulu, 2007
           Laporan hasil penimbangan ingkat Kabupaten Oran Kemering Ulu tahun 2007, Dinas Kesehatan Ogan Komering Ulu, Baturaja
9.            Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1989
           Panduan Bidan di Tingkat Desa, Departemen Kesehatan Republik Indonesia bekerja sama dengan WHO, Jakarta
              10. ---------------------------------------------------, 2003
           Pedoman Kerja Puskesmas Jilid ke 2, Departemen kesehatan Republik Indonesia, diperbanyak oleh Proyek Peningkatan Upaya Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan tahun 2003,   jakarta
10.        ----------------------------------------------------, 2004
           Sistem Kesehatan Nasional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
11.        Efriza, 2007
         Deteminan kematian neonatal dini di RSUD dr Achmad MoechtarBukittinggi,
      Journal Kesehatan masyarakat Nasional,  Volume 2 nomor 3 desember 2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok
12.        Hastono. Sutanto Priyo, 2001
         Modul Analisis Data, fakultas kesehatan masyarakat Universitas Indonesia, Depok
13.        Hartriyanti. Yayuk, 2002
        Gizi Kesehatan Masyarakat, penentuan status gizi, modul kuliah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok
15.        Hamzah. Asiah, sukri, Hariani jompa, 2003
           Prilaku menyeusui bayi pada etnik Bugis di Pekkae, Journal Kesehatan masyarakat Nasional,  Volume 1 nomor 5 april 2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok
16.        Kartasapoetra, 2005
           Ilmu Gizi, korelasi gizi, kesehatan, dan produktivitas kerja, Rineka cipta, Jakarta.
17.        Kusharisupeni, 2007
           Gizi dalam daur kehidupan, Journal Kesehatan masyarakat Nasional,  Volume 2 nomor 3 desember 2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok
18.        Kodim. Nasrin, 2007
           Derita Genarasi Yang Paling dikasihi, Journal Kesehatan masyarakat Nasional,  Volume 1 nomor 5 april 2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok
19.        Luknis Sabri, Sutanto Priyo Hastono, 2006
           Statistik Kesehatan, Raja Grafindo Persada, Jakarta
20.        Lemeshow. Stanley. Et.al, 1997
           Adequacy of sample size in health study, Translated by Dibyo Pramono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
21.        Marwan Baits, 2008
           Pedoman Penyusunan Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Al Ma’arif Baturaja Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Tahun Akademik 2007-2008, Baturaja
22.        Mansjoer. Arief. , 2001
           Kapita selekta kedokteran, media euskulapius, Jakarta
23.        Moehji. Sjahmin, 2003
           Ilmu gizi, penanggulangan gizi buruk, Bhrata, Niaga Media, Jakarta
24.        Puskesmas Tanjung Agung, 2008
           Laporan Data BGM tahun 2008, Tanjung Agung Baturaja Barat
25.        Notoatmodjo, Soekidjo, 2007
           Pendidikan kesehatan dan ilmu prilaku, Rineka Cipta, Jakarta.
26.        Suharyati, 2007
           Cost effectiveness upaya penanggulangan gizimetode positif deviance dan pemberian makanan tambahan dipuskesmas gekbrong Kabupaten Cianjur 2006 , Journal Kesehatan masyarakat Nasional,  Volume 1 nomor 6 Juni 2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok
27.        Singarimbun. Masri, 1995
           Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta
28.        Suhardjo, Kusharto, 1992
           Prinsip-prinsip ilmu gizi, Kanisius, Yogyakarta
29.        Suhardjo, 1992
Pemberian makanan pada bayi dan anak, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor dan Kanisius, Yogyakarta
30.        Suharyati, 2006
           Cost Effectiveness upaya penanggulangan gizi metode positif deviance dan pemberian makanan tambahan di Puskesmas Gekbrong Kabupaten Cianjur 2006, Journal Kesehatan masyarakat Nasional,  Volume 1 nomor 6 juni 2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok
31.        Notoatmodjo, Soekidjo, 2007
           Kesehatan Masyarakat Ilmu dan seni, Rineka Cipta, Jakarta.
32.        Riduwan, 2002
           Skala Pengukuran Variabel Penelitian, Alfabeta, Bandung                                                       
33.        Santoso. Singgih, 2003
           Buku Latihan Statistik Parametrik, Elex Media Kopetindo, Jakarta
34.        Tarima. Belsey E, 1993
                Pemaduan pelayanan kesehatan Ibu dan anak dengan pemeliharaan kesehatan dasar, pertimbangan-pertimbangan praktis, Binarupa Aksara, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar