FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA
UPTD PUSKESMAS TANJUNG AGUNG
KECAMATAN BATURAJA BARAT
KABUPATEN OKU TAHUN 2008
Gunardi Pome
Dosen Program Studi
Keperawatan Baturaja Poltekes Kemenkes Palembang
ABSTRAK
Di
tahun 1995 diperkirakan lebih dari 200 juta anak balita di dunia berkutat
dengan malnutrisi. Malnutrisi masih saja melatar belakangi penyakit dan
kematian anak. Meskipun sering luput dari perhatian. Pada tahun 1990 lebih dari
30% anak ballita di dunia memiliki berat
badab rendah yaitu lebih kurang 11%. Ironisnya lagi menurut WHO angka kematian
anak 54% berhubungan dengan malnutrisi (Anhari Achmadi, 2007). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran dan factor-faktor yang berhubungan dengan
status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Kecamatan
Baturaja Barat. Variabel-variabel yang diteliti meliputi variable independent
(usia ibu, pendidikan ibu, pengetahuan, pekerjaan ibu, jumlah anak, lama
pemberian ASI, pengahsilan keluarga, mendapat penyuluhan gizi) dan variabel
dependen (status gizi balita).
Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif analitik menggunakan pendekatan design
crossectional dengan populasi seluruh ibu yang mempunyai balita di wilayah
kerja Puskesmas Tanjung Agung tahun 2007 yaitu 2.607. Sampel diambil dengan menggunakan rumus
penelitian Survey Lemeshow Stanley di dapat 86 sampel pada Confident interval
95%. Analisis dat dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak computer (SPSS versi 12.0)
Hasil
penelitian didapatkan : (1). Sebagian besar status gizi balita di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008 berstatus gizi baik yaitu berjumlah 60
balita (69,8%), sedangkan BGM berjumlah 26 (32,2%). Hasil uji chi-square didapatkan variabel yang
bermakna secara statistik dengan status gizi balita adalah status pekerjaan,
jumlah anak, lama pemberian ASI, dan penghasilan. Sedangkan variabel yang tidak
bermakna secara statistik dengan status gizi balita adalah usia ibu,
pengetahuan ibu dan pernah mendapat penyuluhan gizi.
Saran yang diberikan guna
meningkatkan jangkauan/deteksi kasus BGM petugas hendaknya lebih praktif untuk
mendatangi keluarga yang mempunyai balita, pendidikan dapat memberikan perannya
dalam pengabdian masyarakat yaitu dengan menurunkan mahasiswanya yang praktek
lapangan di Puskesmas untuk mengadakan penyuluhan tentang gizi balita dengan
lebih fokus pada ibu dengan yang ibunya bekerja diluar rumah, jumlah anak ≥ 3,
anak yang tidak diberi ASI, keluarga dengan penghasilan rendah.
Kata kunci : Satus Gizi
Pendahuluan
Pembangunan
kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2004).
Kesehatan
adalah hak azazi manusia dan dan sekaligus investasi untuk keberhasilan
pembangunan bangsa. Untuk itu
diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan beksinambungan ,
dengan tujuan guna meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Memasuki abad ke 21 indonesia
menghadapi berbagai perubahan dan tantangan strategis, baik eksternal maupun
internal yang harus diiperhatikan dalam peneyelenggaraan pembangunan
kesehatan. Pembaharuan kebijakan
pembangunan kesehatan telah dilakukan pada tahun 1999 dan berhasil merumuskan
visi pembangunan kesehatan Indonesia yang baru yakni Indonesia Sehat 2010, yang
pada akhirnya dapat meningkatkan mutu sumber daya manusia (Human Development
Index) yang mempunyai arti penting dalam menghadapi era globalisasi. Sedangkan
tiga unsur utama penentu Human Development Index tersebut adalah
kesehatan yang ditunjang oleh pendidikan dan ekonomi (Departemen Kesehatan,
2004).
Human
Development Index dapat dipantau dri tiga indicator yaitu, Usia harapan
hidup (life expectancy), angkat kematian bayi (infan mortality
rate) dan angka kematian ibu (maternal mortality rate). WHO mengelompokkan wilayah berdasarkan
prevalensi gizi kurang kedalam 4 kelompok yaitu : rendah (dibawah 10%). Sedang (10-19%), tinggi (20-29%) dan
sangat tinggi (>30%). Sebagian besar
anak di dunia (sekitar 80%) yang menderita malnutrisi bermukim di wilayah yang
juga miskin akan bahan pangan. Di tahun
1995 diperkirakan bahwa lebih dari 200 juta
anak balita didunia berkutat dengan malnutrisi. Malnutrisi masih saja melatar belakangi penyakit dan kematian anak.
Meskipun sering luput dari perhatian pada tahun 1990 lebih dari 30% anak balita
di dunia memiliki berat badan rendah yaitu lebih kurang 11%, sekitar 6,4 juta anak di Amerika Latin, 27% (31,6 juta anak) di Afrika dan 41% (154,8 juta) di Asia. Prevalensi
berat badan rendah terus menurun dari 42,6% pada tahun 1975 menjadi 34,6% pada
tahun 1995, namun kasus malnutrisi tidak berkurang sesuai dengan angka yang
diharapkan (Arisman, 2004).
Kondisi kesehatan dan gizi anak di
indonesia masih memprihatinkan. Menurut
Departemen kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 3,5 juta anak (19,2%) dengan gizi kurang. Anak yang menderita gizi kurang yang
berjumlah lebih banyak kurang mendapat perhatian karena tidak mudah diketahui
oleh masyarakat umum, padahal mereka merupakan kandidat gizi buruk yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan fisik serta mental yang pada
gilirannya berpengaruh terhadap penurunan derajat kesehatan dan mutu hidup
manusia. Kondisi tersebut akan menghambat
harapan dan cita-cita pembangunan nasional meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) Indonesia pada masa yang akan datang. Kekurangan gizi bukan hanya berpengaruh
terhadap kerentanan pada penyakit infeksi, tetapi lebih dari itu berpengaruh
kepada tingkat kematian balita. Balita
kurang gizi yang tidak mendapat perhatian akan meingkatkan resiko mortalitas,
morbiditas dan kualitas sumber daya manusia
(Suharyati, 2007).
Survei kesehatan rumah tangga (SKRT 2001)
mengungkapkan angka kematian balita mencapai 46 per 1000 kelahiran hidup dan
diharapkan dapat turun menjadi 39 pada tahun 2010 kemudian terus menurun
menjadi 30 di tahun 2015. Ironisnya lagi
menurut WHO angka kematian anak 54 % berhubungan dengan malnutrisi (anhari
achadi, 2007).
Faktor sosial budaya juga menjadi salah
satu penyebab buruknya kondisi kesehatan dan gizi ibu dan anak. Misalnya masih ada masyarakat yang
mendahulukan keperluan membeli tanah atau bahkan kebutuhan sekunder lainnya
tetapi tidak mampu memberi makanan yang bergizi. Kondisi kesehatan ibu dan balita sangat buruk
tetapi tidak diperhatikan karena dinilai bukan kebutuhan mendesak. Menurut Ascobat Gani (2007) gizi merupakan
investasi pada sumber daya manusia dan sumber peningkatan produktivitas.
Sebelum balita tersebut jatuh pada kondisi
kurang gizi ataupun gizi buruk sebagai langkah awal untuk sisi preventif maka
tindakan pemantauan terhadap status gizi balita menjadi suatu yang sangat
berarti. Guna mengantisipasi bertambah buruknya
status gizi masyarakat, pemerintah telah mengadakan instruksi presiden nomor 8
tahun 1999 tentang gerakan nasional penanggulangan masalah pangan dan gizi,
pada intinya gerakan nasional ini bertujuan menggali berbagai potensi yang ada
pada keluarga dan masyarakat untuk memenuhi kecukupan pangan di tingkat
keluarga dan peduli padaanggota yang mengalami gizi buruk. Dari gerakan peduli air susu ibu
merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari gerakan nasional penanggulangan masalah pangan dan gizi (Dinas Kesehatan
provinsi sumatera selatan, 2003).
Data Dinas Kesehatan Ogan Komering Ulu
Tahun 2007 dari 13.143 balita yang ditimbang terdapat 318 (2,43%) balita yang
hasil penimbangan pada grafik Kartu Menuju Sehat berada di bawah garis merah
(Dinas Kesehatan Kabupatan Ogan Komering Ulu, 2007). Di
UPTD Puskesmas TAnjung Agung tahun 2007 ditemukan 29 balita yang hasil
penimbangannya di Bawah Garis Merah, namun di tahun 2008 ada 52 balita yang
hasil penimbangannya dibawah garis Merah/mengalami peningkatan. Balita yang ada di tahun 2008 dalam wilayah
kerja Puskesmas TAnjung Agung berjumlah 2.607 balita dan yang ditimbang berat
badannya di tempat pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun posyandu berjumlah
1.729 balita atau 66,3% (UPTD Puskesmas
TAnjung Agung, 2008).
Dari data diatas penulis tertarik untuk
meneliti tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas TAnjung Agung
Kecamatan Baturaja Barat Tahun 2008”.
Metode Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan Cross Sectional. Dikatakan penelitian survey karena data
yang dipelajari diambil dari populasi untuk memperoleh kejadian-kejadian
relative, distribusi dan hubungan antar variable (Singarimbun. Masri,
1995). Populasi penelitian ini adalah
semua ibu yang mempunyai anak balita yang berada di wilayah kerja Puskesmas
Tanjung Agung dari bulan Januari 2008 sampai dengan April 2008 yaitu berjumlah
2.607 balita. Teknik pengambilan sample menggunakan Simple Random
Sampling. Rumus Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sample untuk jenis penelitian survey
dibulatkan menjadi 86 orang (sample).
Hasil
A. Analisis Univariat
1. Status Gizi.
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi status
gizi balita di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
STATUS GIZI
|
JUMLAH
|
PERSENTASE
|
BGM
|
26
|
30,2
|
BAIK
|
60
|
69, 8
|
Total
|
86
|
100
|
Dari
hasil analisa didapatkan status gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Tanjung Agung tahun 2008 yang berstatus gizi baik berjumlah 60 balita (69,8),
sedangkan yang Di bawah Garis Merah berjumlah 26 (30,2%).
2. Usia
Tabel 5.2
Distribusi frekuensi usia
ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
USIA
|
JUMLAH
|
PERSENTASE
|
Muda
|
34
|
39,5
|
Tua
|
52
|
60,5
|
Total
|
86
|
100
|
Dari
hasil analisa didapatkan usia ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang berusia
muda berjumlah 34 balita (39,5%), sedangkan yang berusia tua berjumlah 52
(60,5%).
3. Pendidikan
Tabel 5.3
Distribusi frekuensi tingkat
pendidikan ibu yang mempunyai balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
PENDIDIKAN
|
JUMLAH
|
PERSENTASE
|
Rendah
|
47
|
54,7
|
Tinggi
|
39
|
45,3
|
Total
|
86
|
100
|
Dari
hasil analisa didapatkan tingkat pendidikan ibu yang mempunyai anak balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang
berpendidikan rendah berjumlah 47 balita (54,7%), sedangkan yang berpendidikan
tinggi berjumlah 39 (45,3%).
4. Pengetahuan
Tabel 5.4
Distribusi frekuensi tingkat
pengetahuan ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
PENGETAHUAN
|
JUMLAH
|
PERSENTASE
|
Kurang
|
71
|
82,6
|
Cukup
|
15
|
17,4
|
Total
|
86
|
100
|
Dari
hasil analisa didapatkan tingkat pengetahuan
ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang
berpengetahuan kurang berjumlah 71 (82,6%), berpengetahuan cukup berjumlah 15
(17,4%).
5. Status Pekerjaan
Tabel 5.5
Distribusi frekuensi Status
pekerjaan ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja Puskesmas
Tanjung Agung Tahun 2008
PEKERJAAN
|
JUMLAH
|
PERSENTASE
|
Tidak Bekerja
|
60
|
69,8
|
Bekerja
|
26
|
30,2
|
Total
|
86
|
100
|
Dari
hasil analisa didapatkan status pekerjaan ibu yang mempunyai balita di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang
bekerja berjumlah 26 (30,2%), yang tidak bekerja berjumlah 60 (69,8%).
6. Jumlah Anak
Tabel 5.6
Distribusi frekuensi jumlah
anak ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
JUMLAH ANAK
|
JUMLAH
|
PERSENTASE
|
Banyak
|
25
|
29,1
|
Cukup
|
61
|
70,9
|
Total
|
86
|
100
|
Dari
hasil analisa didapatkan jumlah anak yang dimiliki ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung
Agung tahun 2008 yang punya kategori banyak berjumlah 25 (29,1%), punyak anak
kategori cukup berjumlah 61 (70,9%).
7. Lama Pemberian ASI
Tabel 5.7
Distribusi frekuensi lama
pemberian ASI pada ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
LAMA PEMBERIAN ASI
|
JUMLAH
|
PERSENTASE
|
< 2 Tahun
|
47
|
54,7
|
> 2 Tahun
|
39
|
45,3
|
Total
|
178
|
100
|
Dari hasil analisa
didapatkan lama pemberian ASI pada ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang kurang
dari 2 tahunnberjumlah 47 (54,7%), Lebih dari 2 tahun berjumlah 39 (45,3%).
8. Penghasilan
Tabel 5.8
Distribusi frekuensi penghasilan
keluarga ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
PENGHASILAN
|
JUMLAH
|
PERSENTASE
|
Kurang
|
55
|
64,0
|
Cukup
|
31
|
36,0
|
Total
|
178
|
100
|
Dari
hasil analisa didapatkan penghasilan keluarga ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung
Agung tahun 2008 yang berpenghasilan kurang berjumlah 55 (64,0%),
berpengetahuan cukup berjumlah 31 (36,0%).
9. Mendapat penyuluhan
Tabel 5.9
Distribusi frekuensi pernah
mendapat penyuluhan bagi ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
PERNAH MENDAPAT
PENYULUHAN
|
JUMLAH
|
PERSENTASE
|
Tidak
|
26
|
30,2
|
Pernah
|
60
|
69,8
|
Total
|
178
|
100
|
Dari
hasil analisa didapatkan pengalaman mendapat penyuluhan bagi ibu yang mempunyai
balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Tanjung Agung tahun 2008 yang tidak pernah berjumlah 26 (30,2%), pernah
mendapat penyuluhan berjumlah 60 (69,8%).
C. ANALISIS BIVARIAT
1. Usia ibu dan Status Gizi
Balita
Tabel 5.10
Hubungan usia ibu dengan status
gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
USIA IBU
|
STATUS
GIZI BALITA
|
TOTAL
|
P.VALUE
|
||||
BGM
|
Baik
|
||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
0,340
|
|
Muda
|
8
|
23,5
|
26
|
76,5
|
34
|
100
|
|
Tua
|
18
|
34,6
|
34
|
65,4
|
52
|
100
|
|
TOTAL
|
26
|
30,2
|
60
|
69,8
|
86
|
100
|
Hasil
analisis hubungan antara usia dengan status gizi balita diperoleh bahwa
ada 8 dari 34 (23,5%) ibu yang berusia muda mempunyai anak balita yang
timbangannya di Bawah Garis Merah.
Sedangkan diantara ibu yang berusia Tua ada 18 dari 52 (34,6%) ibu yang
mempunyai anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,340
(lebih besar dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan
proporsi usia ibu dengan status gizi balita (tidak ada hubungan yang signifikan
antara usia ibu dengan status gizi balita).
2. Pendidikan dan status gizi balita
Tabel 5.11
Hubungan pendidikan dengan status
gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
PENDIDIKAN
|
STATUS
GIZI BALITA
|
TOTAL
|
P.VALUE
|
||||
BGM
|
Baik
|
||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
0,340
|
|
Rendah
|
17
|
36,2
|
30
|
63,8
|
47
|
100
|
|
Tinggi
|
9
|
23,1
|
30
|
76,9
|
39
|
100
|
|
TOTAL
|
26
|
30,2
|
60
|
69,8
|
86
|
100
|
Hasil
analisis hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita
diperoleh bahwa ada 17 dari 47 (36,2%) ibu yang berpendidikan rendah mempunyai
anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah. Sedangkan diantara ibu yang berpendidikan
tinggi ada 9 dari 39 (23,1%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di
Bawah Garis Merah. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = 0,241 (lebih besar dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan
tidak ada perbedaan proporsi pendidikan ibu dengan status gizi balita (tidak
ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi
balita).
3. Pengetahuan ibu dan
status gizi balita
Tabel 5.12
Hubungan pengetahuan dan status
gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
PENGETAHUAN
|
STATUS
GIZI BALITA
|
TOTAL
|
P.VALUE
|
||||
BGM
|
Baik
|
||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
0,137
|
|
Kurang
|
24
|
33,8
|
47
|
66,2
|
71
|
100
|
|
Cukup
|
2
|
13,3
|
13
|
86,7
|
15
|
100
|
|
TOTAL
|
26
|
30,2
|
60
|
69,8
|
86
|
100
|
Hasil
analisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita
diperoleh bahwa ada 24 dari 71 (33,8%) ibu yang berpengetahuan kurang mempunyai
anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah. Sedangkan diantara ibu yang berpengetahuan
cukup ada 2 dari 13 (13,3%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di
Bawah Garis Merah. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = 0,137 (lebih besar dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan
tidak ada perbedaan proporsi pengetahuan ibu dengan status gizi balita (tidak
ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan status gizi
balita).
4. Pekerjaan ibu dan Status
Gizi Balita
Tabel 5.13
Hubungan pekerjaan dan status
gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
PEKERJAAN
|
STATUS GIZI
BALITA
|
TOTAL
|
P.VALUE
|
OR
95%CI
|
||||
BGM
|
BAIK
|
|||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
0,020
|
4,76
1,28-17,67
|
|
Tidak
Bekerja
|
23
|
38,3
|
37
|
61,7
|
60
|
100
|
||
Bekerja
|
3
|
11,5
|
23
|
88,5
|
26
|
100
|
||
TOTAL
|
26
|
30,2
|
60
|
69,8
|
86
|
100
|
Hasil
analisis hubungan antara pekerjaan dengan status gizi balita diperoleh bahwa
ada sebanyak 3 dari 26 (11,5%) ibu yang bekerja mempunyai anak balita yang
timbangannya di Bawah Garis Merah . Sedangkan diantara ibu yang tidak bekerja ada
23 dari 60 (38,3%) ibu yang mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah
Garis Merah. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = 0,020 (lebih kecil dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan
ada perbedaan proporsi status gizi balita pada ibu yang bekerja dengan ibu yang
tidak bekerja (ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan status
gizi balita). Dari hasil analisis
diperolah nilai OR = 4,76, artinya ibu yang tidak bekerja mempunyai peluang 4,7
kali lebih besar mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah
dibanding ibu yang bekerja.
5. Jumlah anak dan Status
gizi balita
Tabel 5.14
Hubungan jumlah anak dan status
gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
JUMLAH
ANAK
|
STATUS GIZI
BALITA
|
TOTAL
|
P.VALUE
|
OR
95%CI
|
||||
BGM
|
BAIK
|
|||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
0,037
|
3,099
1,156-8,305
|
|
Banyak
|
12
|
48,0
|
13
|
52,0
|
25
|
100
|
||
Cukup
|
14
|
23,0
|
47
|
77,0
|
61
|
100
|
||
TOTAL
|
26
|
30,2
|
60
|
69,8
|
86
|
100
|
Hasil
analisis hubungan antara Jumlah anak dengan status gizi balita diperoleh bahwa
ada sebanyak 12 dari 25 (48,0%) ibu yang jumlah anaknya banyak mempunyai balita
yang timbangannya di Bawah Garis Merah
. Sedangkan diantara ibu yang
jumlah anaknya dengan kategori cukup ada 14 dari 61 (23,3%) ibu yang mempunyai
anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,037 (lebih kecil dari alpha
0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi status gizi balita pada
ibu yang mempunyai banyak anak dengan ibu yang mempunyai anak dengan kategori
cukup (ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan status gizi
balita). Dari hasil analisis diperolah
nilai OR = 3,09, artinya ibu yang banyak anak mempunyai peluang 3,9 kali lebih
besar mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah dibanding
ibu yang mempunyai anak dengan kategori cukup.
6. Lama Pemberian ASI anak
dan Status gizi balita
Tabel 5.15
Hubungan Lama Pemberian ASI
dan status gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
LAMA PEMBERIAN ASI
|
STATUS GIZI
BALITA
|
TOTAL
|
P.VALUE
|
OR
95%CI
|
||||
BGM
|
BAIK
|
|||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
0,009
|
4,074
1,43-11,579
|
|
< 2 Tahun
|
20
|
42,6
|
27
|
57,4
|
47
|
100
|
||
> t Tahun
|
6
|
15,4
|
33
|
84,6
|
39
|
100
|
||
TOTAL
|
26
|
30,2
|
60
|
69,8
|
86
|
100
|
Hasil
analisis hubungan antara Lama Pemberian ASI dengan status gizi balita diperoleh
bahwa ada sebanyak 20 dari 47 (42,6%) ibu yang jmemberikan ASI pada balitanya
kurang dari 2 tahun mempunyai balita yang timbangannya di Bawah Garis
Merah .
Sedangkan diantara ibu yang Lama Pemberian ASI dengan kategori lebih
dari 2 tahun ada 6 dari 33 (15,4%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya
di Bawah Garis Merah. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p = 0,009 (lebih kecil dari alpha 0,05), maka dapat
disimpulkan ada perbedaan proporsi status gizi balita pada ibu yang lama
pemberian asi kurang dari 2 tahun dengan ibu yang lama pemberian asi lebih dari
2 tahun (ada hubungan yang signifikan antara lama pemberian ASI dengan status
gizi balita). Dari hasil analisis diperolah
nilai OR = 4,07, artinya ibu yang banyak anak mempunyai peluang 4,7 kali lebih
besar mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah dibanding
ibu yang mempunyai anak dengan kategori cukup.
7. Penghasilan dan status
gizi balita
Tabel 5.16
Hubungan penghasilan dan status
gizi balita
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun 2008
PENGHASILAN
|
STATUS GIZI
BALITA
|
TOTAL
|
P.VALUE
|
OR
95%CI
|
||||
BGM
|
BAIK
|
|||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
0,017
<
0.05
bermakna
|
4,074
1,434-11,57
|
|
Kurang
|
22
|
40,0
|
33
|
60,0
|
55
|
100
|
||
Cukup
|
4
|
12,9
|
27
|
87,1
|
31
|
100
|
||
TOTAL
|
26
|
30,2
|
60
|
69,8
|
86
|
100
|
Hasil analisis hubungan
antara penghasilan dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 22
dari 55 (40,0%) ibu yang berpenghasilan kurang mempunyai anak balita yang
timbangannya di Bawah Garis Merah . Sedangkan diantara ibu yang berpenghasilan
cukup ada 4 dari 31 (12,9%) ibu yang mempunyai anak balita yang timbangannya di
Bawah Garis Merah. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = 0,017 (lebih kecil dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan
secara statistik ada perbedaan proporsi status gizi balita pada ibu yang
bepenghasilan kurang dengan ibu yang berpenghasilan cukup (ada hubungan yang
signifikan antara penghasilan dengan status gizi balita). Dari hasil analisis diperolah nilai OR =
4,07, artinya ibu yang berpenghasilan kurang mempunyai peluang 4,07 kali lebih
besar mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah dibanding
ibu yang berpenghasilan cukup.
8. Mendapat penyuluhan dan Status
Gizi Balita
Tabel 5.17
Hubungan status pernah
mendapat penyuluhan dan
status gizi balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung
Agung
Tahun 2008
MENDAPAT
PENYULUHAN
|
STATUS
GIZI BALITA
|
TOTAL
|
P.VALUE
|
||||
BGM
|
Baik
|
||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
0,224
|
|
Tidak
|
6
|
19,2
|
21
|
80,8
|
26
|
100
|
|
Pernah
|
21
|
35,0
|
39
|
65,0
|
60
|
100
|
|
TOTAL
|
26
|
30,2
|
60
|
69,8
|
86
|
100
|
Hasil
analisis hubungan antara pernah mendapat
penyuluhan dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada 6 dari 26
(19,2%) ibu yang tidak pernah mendapat penyuluhan tentang gizi balita mempunyai
anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah. Sedangkan diantara ibu yang pernah mendapat
penyuluhan ada 221 dari 60 (35,0%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya
di Bawah Garis Merah. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p = 0,224 (lebih besar dari alpha 0,05), maka dapat
disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi status pernah mendapat penyuluhan gizi
balita dengan status gizi balita (tidak ada hubungan yang signifikan antara
status pernah mendapat penyuluhan gizi balita dengan status gizi balita).
Pembahasan
1.
Status Gizi Balita..
Dari
hasil analisa didapatkan status gizi balita
di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang berstatus gizi
baik berjumlah 60 balita (69,8), sedangkan yang di bawah Garis Merah berjumlah
26 (32,2%).
Dilihat
dari persentase kejadian BGM diatas terlihat lebih tinggi dari yang ditemukan
dari data di Puskesmas yaitu 3.0% (Puskesmas Tanjung Agung, 2008 ; 52 balita
dari 1.729 balita yang ditimbang). Persentase ini dimungkinkan terjadi karena
pemilihan responden ini dilakukan secara simple rendom sampling, namun
data ini juga dapat diartikan mungkin saja ada balita yang tidak datang ke
tempat layanan kesehatan/penimbangan berat badan sehingga kondisinya tidak
terdeteksi.
Kondisi Gizi balita ini
merupakan sebuah potrek kecil atas maraknya kasus kurang gizi dan gizi buruk
yang ada disekeliling kita. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT 2001)
mengungkapkan angka kematian balita mencapai 46 per 1000 kelahiran hidup dan
diharapkan dapat turun menjadi 39 pada tahun 2010 kemudian terus menurun
menjadi 30 di tahun 2015. Ironisnya lagi
menurut WHO angka kematian anak 54 % berhubungan dengan malnutrisi (anhari
achadi, 2007).
2.
Usia Ibu
Dari
hasil analisis didapatkan usia ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung
tahun 2008 yang berusia muda berjumlah 34 balita (39,5%), sedangkan yang
berusia tua berjumlah 52 (60,5%). Bila dilihat dari persentase bahwa lebih
dari separuh ibu balita dalam kategori usia tua yaitu > 35 tahun. Usia ini berhubungan dengan kesiapan ibu
secara psikologis untuk mengasuh dan merawat anaknya.
Hasil analisis hubungan antara
usia dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada 8 dari 34 (23,5%) ibu yang
berusia muda mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah. Sedangkan diantara ibu yang berusia Tua ada
18 dari 52 (34,6%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya di Bawah Garis
Merah. Hasil uji
statistik diperoleh nilai
p = 0,340 (lebih besar dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan tidak
ada perbedaan proporsi usia ibu dengan status gizi balita.
Usia akan berhubungan dengan
kekuatan fisik dan kemampuan ibu untuk memelihara dan menyediakan makanan yang
bergizi sesuai kebutuhan tumbuh kembang anak.
Usia perkawinan yang terlalu muda (18 tahun) secara fisiologis dan
psikologis menjadi seorang ibu belum siap menjadi ibu dan menjalani tugas-tugas
sebagai ibu (Moehji. Sjahmin, 2003).
Namun dari hasil penelitian ditemukan bahwa proporsi ibu dengan kategori
tua mempunyai proporsi lebih besar memiliki anak BGM dibandingkan dengan ibu
dengan kategori muda dapt disebabkan karena usia ibu yang lebih tua sudah lebih
berpengalaman dalam mera wat balitanya dan faktor lain yang tidak terpantau
dalam tabel silang tersebut.
Pada penelitian ini secara
statistik tidak ditemukan suatu hubungan yang bermakna antara usia dan status
gizi ini dapat disebabkan oleh kondisi ibu yang relatif sama baik yang berusia
tua maupun muda mereka punya cukup waktu untuk mengurus dan memerhatikan anak
mereka sebagaimana umumnya kondisi masyarakat pedesaan secara umum (tidak
terlalu disibukkan oelh kegiatan kantor dan bisnis).
3. Pendidikan ibu dan status gizi balita.
Dari hasil analisis didapatkan
tingkat pendidikan ibu yang mempunyai anak balita di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung
tahun 2008 yang berpendidikan rendah berjumlah 47 balita (54,7%), sedangkan
yang berpendidikan tinggi berjumlah 39 (45,3%). Pendidikan rendah yang dimaksud pada
penelitian ini adalah ibu yang mempunyai tingkat pendidikan dari yang
bersekolah SD tidak tamat sampai dengan SMP, sedangkan untuk SMA keatas sudah
dikategorikan sebagai pendidikan tinggi untuk ibu yang mempunyai anak balita.
Hasil analisis hubungan antara
pendidikan ibu dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada 17 dari 47 (36,2%)
ibu yang berpendidikan rendah mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah
Garis Merah. Sedangkan diantara ibu yang
berpendidikan tinggi ada 9 dari 39 (23,1%) ibu yang mempunyai anak balita
timbangannya di Bawah Garis Merah. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p = 0,241 (lebih besar dari alpha 0,05), maka
dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi pendidikan ibu dengan status
gizi balita (tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan
status gizi balita).
Pendidikan salah satu tolok
ukur kemajuan sumber daya manusia suatu bangsa (Human Development index). Pendidikan juga berkaitan erat dengan
kemiskinan dan pendapatan. Pendidikan
Ibu yang berpendidikan formal atau informal yang kurang mengalami kesulitan
menerima informasi kesehatan dan memilih fasilitas pelayanan yang tepat dalam
pemeliharaan kesehatannya dan anak balitanya, selain itu mereka kurang bisa
mengatur konsumsi makanan yang sesuai dengan kebutuhan sehingga terjadi
kekurangan zat gizi pada diri dan anaknya (Efriza, 2007). Dilihat
dari kasus balita yang mengalami BGM diatas persentase ibu yang berpendidikan
tinggi lebih kecil dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah, namun dari hasil
analisis uji statistik chi square didapatkan ada ada perbedaan proporsi
hal ini dapat terjadi karena tingkat
pendidikan dari masing-masing ibu relatif heterogen (SMP dan SMA).
4. Pengetahuan dan status gizi balita.
Dari hasil analisa didapatkan
tingkat pengetahuan ibu yang mempunyai
balita di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang berpengetahuan
kurang berjumlah 71 (82,6%), berpengetahuan cukup berjumlah 15 (17,4%). Melihat proporsi tingkat pengetahuan ibu
tersebut terlihat bahwa sebagian besar masih me mpunyai pengetahuan yang kurang
tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada balita.
Ibu yang mempunyai pengetahuan
yang baik tentang pemenuhan kebutuhan gizi pada anaknya akan mempunyai dasar
bepikir dan kemampuan dasar untuk dapat memberikan anaknya kebutuhan zat gizi
yang seimbang sesuai masa tumbuh kembangnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo, (2007). Selain factor pendidikan formal pengetahuan
juga memegang peranan dalam mempengeruhi seorang ibu dan keluarga untuk merawat
dan meningkatkan kesehatan keluarga.
Secara konsep pengetahuan berarti hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui penglihatan dan pendengaran.
Pengetahuan tentang bahan
makanan yang bergizi masih kurang maka pemilihan bahan makanan hanya ditujukan
pada makanan yang mempunyai efek mengenyangkan saja tanpa memikirkan apakah
makanan itu bergizi atau kurang bergizi.
(Kartasapoetra, 2005). Bila
kondisi ini berjalan dalam waktu yang panjang maka dapat dimengerti bila
kondisi gizi anak semakin memburuk.
Hasil analisis hubungan antara
pengetahuan ibu dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada 24 dari 71
(33,8%) ibu yang berpengetahuan kurang mempunyai anak balita yang timbangannya
di Bawah Garis Merah. Sedangkan diantara
ibu yang berpengetahuan cukup ada 2 dari 13 (13,3%) ibu yang mempunyai anak
balita timbangannya di Bawah Garis Merah.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,137 (lebih besar dari alpha
0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi pengetahuan ibu
dengan status gizi balita (tidak ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan ibu dengan status gizi balita).
5. Pekerjaan Ibu dan status gizi balita.
Dari hasil analisa didapatkan
status pekerjaan ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Tanjung
Agung tahun 2008 yang bekerja berjumlah 26 (30,2%), yang tidak bekerja
berjumlah 60 (69,8%). Sebagian besar
ibu balita yang menjadi sampel dalam
penlitian ini adalah berstatus tidak bekerja, hal ini jika dilihat dari peluang
dan ketersediaan waktu ibu untuk memperhatikan anaknya tentunya akan mempunyai
dampak yang baik terhadap pemenuhan gizi anak.
Hasil analisis hubungan antara
pekerjaan dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 3 dari 26
(11,5%) ibu yang bekerja mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis
Merah .
Sedangkan diantara ibu yang tidak bekerja ada 23 dari 60 (38,3%) ibu
yang mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,020
(lebih kecil dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi
status gizi balita pada ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja (ada
hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita). Dari hasil analisis diperolah nilai OR =
4,76, artinya ibu yang tidak bekerja mempunyai peluang 4,7 kali lebih besar
mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah dibanding ibu yang
bekerja.
Dipandang dari aspek teori
bahwa Ibu yang tidak bekerja atau hanya
melakukan pekerjaan rumah tangga secara rutin tentunya akan mempunyai cukup
kesempatan dan tenaga untuk memperhatikan kebutuhan nutrisi anaknya
dibandingkan dengan ibu yang bekerja diluar rumah. Dari sisi waktu ibu yang bekerja didalam
rumah juga mempunyai waktu yang lebih baik dalam melayani anaknya memenuhi
kebutuhan nutrisinya dan dapat memantau jika anaknya ada kendala dalam upaya
memantau apakah anaknya ada kesulitan makan dan selera makan (Ariesman, 2007)
namun pada hasil penelitian ini ternyata proposi ibu yang tidak bekerja lebih
banyak memiliki anak yang BGM hal ini dapat disebabkan oleh faktor diluar
ketersediaan waktu ibu untuk kontak dengan balitanya saja tetapi ada faktor
lain yang lebih kuat mempengaruhi misalnya ibu yang bekerja dari sisi
penghasilan lebih mudah untuk mendapatkan sumber nutrisi bagi anaknya, atau
juga ibu yang bekerja ketika pulang mereka lebih fokus memperhatikan anaknya
dikarenakan secara psikologis ada kerinduan setelah setengah hari atau
beberapa waktu berpisah dengan balitanya
dikarenakan urusan pekerjaan.
6. Jumlah anak dan status gizi balita.
Dari hasil analisis didapatkan
jumlah anak yang dimiliki ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas
Tanjung Agung tahun 2008 yang punya kategori banyak berjumlah 25 (29,1%),
punyak anak kategori cukup berjumlah 61 (70,9%).
Hasil analisis hubungan antara
Jumlah anak dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 12 dari 25
(48,0%) ibu yang jumlah anaknya banyak mempunyai balita yang timbangannya di
Bawah Garis Merah . Sedangkan diantara ibu yang jumlah anaknya
dengan kategori cukup ada 14 dari 61 (23,3%) ibu yang mempunyai anak balita
timbangannya di Bawah Garis Merah. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p = 0,037 (lebih kecil dari alpha 0,05), maka
dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi status gizi balita pada ibu yang
mempunyai banyak anak dengan ibu yang mempunyai anak dengan kategori cukup (ada
hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan status gizi balita). Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 3,09,
artinya ibu yang banyak anak mempunyai peluang 3,9 kali lebih besar mempunyai
anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah dibanding ibu yang mempunyai
anak dengan kategori cukup.
Hal ini sesuai dengan
penelitian Efriza tahun 2007 ibu dengan jumlah
anak > 4 beresiko mengalami
kematian neonatal dini 1,89 kali lebih besar dari bayi yang dilahirkan dengan jumlah
anak < 3 (95% confident interval). Banyaknya anak yang tinggal dalam
satu rumah yang diasuh oleh seorang ibu yang menjadi beban keluarga tersebut
dalam pembiayaan maupun dalam perawatan sehari-hari. Jumlah anak dalam keluarga akan mempengaruhi
pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi anggota keluarga tersebut. Makin banyak anggota keluarga yang harus
ditanggung akan semakin berat pula keluarga tersebut memenuhi asupan nutrisi
bagi anggotanya, apalagi ditambah dengan kondisi kenaikan harga barang yang
tidak seimbang dengan kenaikan pendapatan.
7. Lama pemberian ASI dan status gizi balita.
Dari hasil analisa didapatkan
lama pemberian ASI pada ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas
Tanjung Agung tahun 2008 yang kurang dari 2 tahunnberjumlah 47 (54,7%), Lebih
dari 2 tahun berjumlah 39 (45,3%). Dari
data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu memberikan ASI pada
anaknya kurang dari 2 tahun lamanya.
Hasil analisis hubungan antara
Lama Pemberian ASI dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 20
dari 47 (42,6%) ibu yang jmemberikan ASI pada balitanya kurang dari 2 tahun
mempunyai balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah .
Sedangkan diantara ibu yang Lama Pemberian ASI dengan kategori lebih
dari 2 tahun ada 6 dari 33 (15,4%) ibu yang mempunyai anak balita timbangannya
di Bawah Garis Merah. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p = 0,009 (lebih kecil dari alpha 0,05), maka dapat
disimpulkan ada perbedaan proporsi status gizi balita pada ibu yang lama
pemberian asi kurang dari 2 tahun dengan ibu yang lama pemberian asi lebih dari
2 tahun (ada hubungan yang signifikan antara lama pemberian ASI dengan status
gizi balita). Dari hasil analisis
diperolah nilai OR = 4,07, artinya ibu yang banyak anak mempunyai peluang 4,7
kali lebih besar mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah
dibanding ibu yang mempunyai anak dengan kategori cukup.
Hal ini sesuai dengan pendapat
Sjahmin, 2003 : lama pemberian Air Susu
Ibu adalah Rentang waktu yang terpakai dalam memberikan air susu ibu kepada
anak balita yang dihitung dalam bulan. Air
susu ibu sebagai makanan pertama dan utama sudah menjadi suatu kemutlakan. Air
susu ibu cocok sekali untuk memenuhi kebutuhan dalam segala hal : karbohidrat
dalam Air susu ibu berupa lactosa ; lemak banyak mengandung polyunsaturated
fatty acid (asam lemak tak jenuh ganda); protein utamanya lactalbumin yang
mudah dicerna, kandungan vitamin dan mineralnya banyak; rasio kalsium-fosfat
sebesar 2-1 yang merupakan kondisi yang ideal bagi penyerapan kalsium, selain
itu juga mengandung anti infeksi. Bila
produksi Air susu ibu baik secara khusus bayi hanya mendapatkan Air susu ibu sampai usia enam
bulan setelah itu baru diberi makanan tambahan. Menurut pendapat Amidhan, 1992 : Air susu ibu
sebaiknya tetap diberikan sampai anak balita berusia 2 tahun bila kita ingin
menyempurnakan penyusuan
8. Penghasilan.
Dari hasil analisa didapatkan
penghasilan keluarga ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas
Tanjung Agung tahun 2008 yang berpenghasilan kurang berjumlah 55 (64,0%),
berpengetahuan cukup berjumlah 31 (36,0%).
Hasil analisis hubungan antara
penghasilan dengan status gizi balita diperoleh bahwa ada sebanyak 22 dari 55 (40,0%)
ibu yang berpenghasilan kurang mempunyai anak balita yang timbangannya di Bawah
Garis Merah . Sedangkan diantara ibu yang berpenghasilan
cukup ada 4 dari 31 (12,9%) ibu yang mempunyai anak balita yang timbangannya di
Bawah Garis Merah. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = 0,017 (lebih kecil dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan
ada perbedaan proporsi status gizi balita pada ibu yang bepenghasilan kurang
dengan ibu yang berpenghasilan cukup (ada hubungan yang signifikan antara
penghasilan dengan status gizi balita).
Dari hasil analisis diperolah nilai OR = 4,07, artinya ibu yang
berpenghasilan kurang mempunyai peluang 4,07 kali lebih besar mempunyai anak
balita yang timbangannya di Bawah Garis Merah dibanding ibu yang berpenghasilan
cukup.
Bila dilihat dari proporsi
penghasilan yang kurang maka terlihat lebih dari separuh ibu yangmempunyai
balita berpenghasilan kurang 64%
penghasilan kurang ini di ukur dari nilai nominal yang ia dapatkan
perhari. Menurut Biro Pusat Statistik
untuk masyarakat pedesaan penghasilan yang kurang dari Rp.1.245.000,- termasuk
dalam kategori miskin/kurang. Dapat
dimaklumi bahwa frekuensi keluarga yang mempunyai balita masih banyak yang
memiliki pendapatan dibawah nilai tersebut
akan kekurangan dana dalam pembiayaan keluarganya termasuk dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi/gizi pada balitanya
(Ida bagus Oka, 1998 dalam Arisman, 2007).
Kondisi tersebut akan makin
memburuk jika dilihat dari meningkatnya harga bahan pokok/sembako dan kebutuhan
lainnya yang tentunya berdampak terhadap menurunnya daya beli masyarakat
khusunya ibu yang mempunyai balita.
Faktor penghasilan ini dibeberapa tempat memang disadari merupakan
masalah yang akan mempengaruhi status gizi balita/masyrakat. Titik berat dari pendidikan
gizi bagi masyarakat atau keluarga yang berpenghasilan rendah ini diletakkan
pada usaha membangkitkan kesadaran mereka tentang pentingnya gizi yang baik
bagi anak-anak yang dikaitkan dengan masa depan mereka. Di samping itu
pendidikan gizi ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan gizi para
ibu rumah tangga (http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd. diakses
25-05-2008 jam 19.30)
9. Mendapat penyuluhan gizi..
Dari hasil analisa didapatkan
pengalaman mendapat penyuluhan bagi ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 yang tidak pernah berjumlah 26 (30,2%),
pernah mendapat penyuluhan berjumlah 60 (69,8%). Dari
persentase tersebut dapat kita lihat sebagian besar ibu pernah mendapatkan penyuluhan tentang
gizi balita dan hanya sebagian kecil saja yang belum mendapatkan penyuluhan.
Hasil analisis hubungan antara
pernah mendapat penyuluhan dengan status
gizi balita diperoleh bahwa ada 6 dari 26 (19,2%) ibu yang tidak pernah
mendapat penyuluhan tentang gizi balita mempunyai anak balita yang timbangannya
di Bawah Garis Merah. Sedangkan diantara
ibu yang pernah mendapat penyuluhan ada 221 dari 60 (35,0%) ibu yang mempunyai
anak balita timbangannya di Bawah Garis Merah.
Secara teori ibu yang tidak pernah mendpat penyuluhan prporsinya lebih
besar untuk memiliki anak BGM di bandingkan dengan ibu yang pernah mendapat
penyuluhan namun ternyata dari hasil penelitian proporsi ibu yang
mendapat penyuluhan proossinya lebih besar dibanding ibu yang tidak pernah
mendapat penyuluhan hal ini dapat terjadi karena kondisi keterpaparan ibu
terhadap informasi baik melalui penyuluhan ataupun dari media cetak dan
elektonik sudah begitu gencarnya, dari tabel univariat kita bisa melihat bahwa
hampir 70% ibu sudah pernah mengikuti penyuluhan di Puskesmas atau Rumah
Sakit. Faktor lain seperti pendidikan
dan pekerjaan dapat juga membuat responden mendapat informasi secara tidak terstruktur/khusus
tentang pentingnya gizi pada balita.
Hasil uji statistik diperoleh
nilai p = 0,224 (lebih besar dari alpha 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi status pernah mendapat penyuluhan gizi balita dengan status
gizi balita (tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernah mendapat
penyuluhan gizi balita dengan status gizi balita).
Hasil uji sttistik yang tidak
bermakna ini dapat dipengaruhi oleh metode yang digunakan dalam penyuluhan,
penggunaan media yang kurang memberikan kesan atau pengalaman yang kuat pada
ibu atau waktu penyuluhan yang sudah berlangsung lama sehingga beberapa materi
yang diberikan sudah sulit diiangat oleh ibu, misalnya ibu pernah mengikuti
Salah satu program pemberian penyuluhan misalnya tentang pemberian makanan
tambahan (PMT) penyuluhan gizi berfungsi sebagai media penyuluhan agar ibu
mengetahui dalam bentuk praktis makanan apa ang harus diberikan pada anaknya
untuk mencegah terjadinya gizi kurang atau buruk (Moehji. Sjahmin, 2003).
Simpulan
Dari
hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Sebagian
besar status gizi balita di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2008 berberstatus gizi baik yaitu
berjumlah 60 balita (69,8%), sedangkan yang di bawah Garis Merah berjumlah 26
(32,2%), Dari hasil uji statistic
didapatkan factor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita adalah
variable status pekerjaan, jumlah anak, lama pemberian ASI dan penghasilan.
Variabel
usia, pengetahuan dan pernah mendapat penyuluhan gizi dari secara statistik
tidak ada hubungan yang bermakna dengan status gizi balita.
Saran
Guna
meningkatkan jangkauan pelayanan kasusBGM ptugas hendaknya lebih proaktif untuk
mendtangi keluarga yang mempunyai balita (home visite). Pendidikan dapat memberikan perannya dalam
pengabdian masyarakat yaitu dengan menurunkan mahasiswanya yang praktek
lapangan di puskesmas untuk mengadakan penyuluhan terutama tentang gizi
khususnya diwilayah kerja puskesmas Tanjung Agung.
Daftar
Pustaka
1.
Amidhan, 1992
Hidup sehat suatu tantangan
komunikasi untuk menyampaikan informasi yang diperlukan semua keluarga tentang
kesehatan ibu, anak dan masyarkat pada umumnya (menurutajaran islam), Proyek
Kelangsungan Hidup Anak Melalui LSM Agama Program Kerja Sama antara Pemerintah RI dan UNICEP,
Jakarta
2.
Ariesman, 2007
Gizi
dalam daur kehidupan, EGC, Jakarta
Ariawan. Iwan, 1997
Besar
Sampel Dalam Penelitian Kesehatan, Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat Jurusan Biosatistik dan Kependudukan Universitas Indonesia, Depok
3.
Ascobat Gani, 2007
Tantangan dan strategi mencapai
target Melenium Develomment Goals, di Indonesia, disampaikan pada kongres
nasional IAKMI X, Palembang 23
Agustus 2007
4.
Anhari Achadi, 2007
Health Service Program Program
kesehatan Ibu, bayibaru lahir dan anak, disampaikan pada kongres nasional
IAKMI X, Palembang 22 Agustus 2007
5.
Bachtiar. Adang, 2002
Metodologi Penelitian Kesehatan, fakultas
kesehatan masyarakat Universitas Indonesia, Depok
6.
Bisma Murti, 1997
Prinsip dan Metode RISET
EPIDEMIOLOGI, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
7.
Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2006
Cara penilaian Status Gizi balita, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Selatan , Palembang
8.
----------------------Ogan
Komering Ulu, 2007
Laporan
hasil penimbangan ingkat Kabupaten Oran Kemering Ulu tahun 2007, Dinas
Kesehatan Ogan Komering Ulu, Baturaja
9.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1989
Panduan
Bidan di Tingkat Desa, Departemen Kesehatan Republik Indonesia bekerja sama
dengan WHO, Jakarta
10.
---------------------------------------------------, 2003
Pedoman
Kerja Puskesmas Jilid ke 2, Departemen kesehatan Republik Indonesia,
diperbanyak oleh Proyek Peningkatan Upaya Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan
tahun 2003, jakarta
10.
----------------------------------------------------,
2004
Sistem
Kesehatan Nasional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
11.
Efriza, 2007
Deteminan kematian neonatal dini di
RSUD dr Achmad MoechtarBukittinggi,
Journal Kesehatan
masyarakat Nasional, Volume 2 nomor 3
desember 2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok
12.
Hastono. Sutanto Priyo, 2001
Modul Analisis Data, fakultas
kesehatan masyarakat Universitas Indonesia, Depok
13.
Hartriyanti. Yayuk, 2002
Gizi Kesehatan Masyarakat,
penentuan status gizi, modul kuliah Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia,
Depok
15.
Hamzah. Asiah, sukri, Hariani jompa, 2003
Prilaku menyeusui bayi pada etnik
Bugis di Pekkae, Journal Kesehatan masyarakat Nasional, Volume 1 nomor 5 april 2007, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok
16.
Kartasapoetra, 2005
Ilmu
Gizi, korelasi gizi, kesehatan, dan produktivitas kerja, Rineka cipta,
Jakarta.
17.
Kusharisupeni, 2007
Gizi dalam daur kehidupan, Journal
Kesehatan masyarakat Nasional,
Volume 2 nomor 3 desember 2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, Depok
18.
Kodim. Nasrin, 2007
Derita Genarasi Yang Paling dikasihi,
Journal Kesehatan masyarakat Nasional, Volume 1 nomor 5 april 2007, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok
19.
Luknis Sabri, Sutanto Priyo Hastono, 2006
Statistik
Kesehatan, Raja Grafindo Persada, Jakarta
20.
Lemeshow. Stanley. Et.al, 1997
Adequacy of sample size in health
study, Translated by Dibyo Pramono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
21.
Marwan Baits, 2008
Pedoman Penyusunan Skripsi,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Al Ma’arif Baturaja Program Studi Sarjana
Kesehatan Masyarakat Tahun Akademik 2007-2008, Baturaja
22.
Mansjoer. Arief. , 2001
Kapita
selekta kedokteran, media euskulapius, Jakarta
23.
Moehji. Sjahmin, 2003
Ilmu gizi, penanggulangan gizi
buruk, Bhrata, Niaga Media, Jakarta
24.
Puskesmas Tanjung Agung, 2008
Laporan Data BGM tahun 2008, Tanjung
Agung Baturaja Barat
25.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2007
Pendidikan
kesehatan dan ilmu prilaku, Rineka Cipta, Jakarta.
26.
Suharyati, 2007
Cost effectiveness upaya
penanggulangan gizimetode positif deviance dan pemberian makanan tambahan
dipuskesmas gekbrong Kabupaten Cianjur 2006 , Journal Kesehatan
masyarakat Nasional, Volume 1 nomor 6
Juni 2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok
27.
Singarimbun. Masri, 1995
Metode Penelitian Survey, LP3ES,
Jakarta
28.
Suhardjo, Kusharto, 1992
Prinsip-prinsip ilmu gizi, Kanisius,
Yogyakarta
29.
Suhardjo,
1992
Pemberian makanan pada bayi dan anak, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
Institut Pertanian Bogor dan Kanisius, Yogyakarta
30.
Suharyati, 2006
Cost Effectiveness upaya
penanggulangan gizi metode positif deviance dan pemberian makanan tambahan di
Puskesmas Gekbrong Kabupaten Cianjur 2006, Journal Kesehatan
masyarakat Nasional, Volume 1 nomor 6
juni 2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok
31.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2007
Kesehatan
Masyarakat Ilmu dan seni, Rineka Cipta, Jakarta.
32.
Riduwan, 2002
Skala Pengukuran Variabel
Penelitian, Alfabeta, Bandung
33.
Santoso. Singgih, 2003
Buku
Latihan Statistik Parametrik, Elex Media Kopetindo, Jakarta
34.
Tarima. Belsey E, 1993
Pemaduan
pelayanan kesehatan Ibu dan anak dengan pemeliharaan kesehatan dasar,
pertimbangan-pertimbangan praktis, Binarupa Aksara, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar